forumku

forumku (https://www.forumku.com/)
-   Korea (https://www.forumku.com/korea/)
-   -   Strategi ‘Hidung Berdarah’ Amerika untuk Korea Utara Tak Sepenuhnya Gila (https://www.forumku.com/korea/76759-strategi-hidung-berdarah-amerika-untuk-korea-utara-tak-sepenuhnya-gila.html)

Itsaboutsoul 10th February 2018 10:23 PM

Strategi ‘Hidung Berdarah’ Amerika untuk Korea Utara Tak Sepenuhnya Gila
 
Mengancam untuk mempermalukan rezim Kim dengan strategi “Hidung Berdarah” yang dapat menciptakan sebuah kesempatan untuk mengatasi isu-isu Amerika yang lebih luas dengan Korea Utara, namun tidak ada jaminan bahwa Trump akan memanfaatkannya.

Oleh: Steven Metz (World Politics Review)

Selama beberapa bulan terakhir, pemerintahan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dilaporkan telah mempertimbangkan sebuah serangan militer preventif yang terbatas terhadap Korea Utara, yang disebut strategi “hidung berdarah.”

Mendapat motivasi terbesar dari penasihat keamanan nasional Presiden Donald Trump, Letnan Jenderal HR McMaster, hal ini didasarkan pada keyakinan bahwa jika Korea Utara memiliki kemampuan untuk menyerang AS dengan senjata nuklir, Washington tak akan bisa melakukan campur tangan dalam Semenanjung Korea, sehingga memungkinkan Pyongyang untuk meningkatkan agresinya terhadap Korea Selatan dan negara-negara terdekat lainnya.

Satu-satunya cara untuk mencegah skenario ini, menurut pemikirannya adalah, serangan militer terhadap Korea Utara yang tidak menghilangkan fasilitas rudal dan senjata nuklir sepenuhnya, namun menandakan niat Amerika untuk terus membatasi program nuklir Pyongyang. AS diharapkan akan memberi Pyongyang serangan yang membuat “hidung berdarah” tanpa memprovokasi pecahnya perang habis-habisan.

Bisa dipahami, ide ini berbenturan dengan oposisi yang melawan dengan gencar, mengingat risiko eskalasi dan pembalasan, terutama terhadap sekutu Amerika, Korea Selatan.

Dewan redaksi The New York Times, misalnya, menuduh pemerintahan Trump “bermain-main dengan api dan amarah.” Mira Rapp-Hooper dari the Atlantik berpendapat bahwa “penggunaan kekuatan preventif Trump akan menjadi reaksi bunuh diri terhadap ketidakpastian.” Peter Beinart telah mengecam “pendekatan Trump yang sembrono menggunakan solusi militer terhadap masalah yang tidak ada.” Dan ini hanya contoh kecil celaan yang penuh semangat yang dilontarkan terhadap strategi” hidung berdarah,” dan semuanya menekankan bahayanya.

Dalam satu hal, mereka semua benar: Bahkan serangan militer AS yang terbatas terhadap Korea Utara berpotensi untuk lepas kendali, sebagian besar karena tidak mungkin untuk memprediksi bagaimana pemimpin Korea Utara Kim Jong Un akan bereaksi. Tapi pada tingkat yang lebih dalam, logika penangkal yang aneh, bahkan paradoksal, sedang dimainkan. Secara kontraproduktif, makin bernafsu AS menggunakan kekuatan militer melawan Korea Utara, semakin kecil kemungkinannya untuk melakukannya.

Pencegahan telah menjadi bagian dari undang-undang dalam sejarah, namun terutama mendukung kebijakan luar negeri Amerika selama Perang Dingin, ketika senjata nuklir membuatnya secara monumental penting untuk menghindari perang dengan Uni Soviet. Menurut logika pencegahan, musuh dapat dicegah untuk melakukan sesuatu jika diyakinkan akan gagal atau mengalami kerusakan lebih besar daripada keuntungan yang mungkin dibuatnya.

Pencegahan membutuhkan kemampuan untuk menggagalkan atau menghukum musuh, sambil secara jelas mengkomunikasikan niat untuk melakukan hal itu. Yang paling sulit, hal itu membutuhkan kredibilitas, yang berasal dari apa yang telah dilakukan sebuah negara di masa lalu, apa yang dikatakannya dan apakah ancamannya dapat dipercaya.

Seperti yang Henry Kissinger ungkapkan dalam buku manuskrip 1957 Nuclear Weapons and Foreign Policy, “pencegahan akan dilakukan dengan sangat efektif jika ada kekuatan militer besar digabungkan dengan keinginan untuk menggunakannya.”

Upaya meredam Korea Utara akan sangat rumit. Ancaman Korea Utara mengembangkan rudal balistik berhulu nuklir, bahkan jika mereka tidak menembakkannya, sudah cukup untuk menghentikan intervensi Amerika di Semenanjung Korea.

Karena tidak realistis untuk mengancam akan memusnahkan Korea Utara dalam skenario ini, strategi “hidung berdarah” dirancang untuk mencegah Kim dengan membuatnya percaya bahwa dia akan menderita karena serangan AS atas provokasinya, yang akan mengekspos kelemahannya dan mungkin menyebabkan dia kehilangan cengkeramannya pada kekuatan—hal yang paling dia takuti.

Peredaman senjata nuklir Korea Utara membutuhkan kemampuan, komunikasi dan kredibilitas. AS tentu memiliki dua yang pertama, namun kredibilitas tetap menjadi tantangan tersendiri. Jadi, pemerintahan Trump harus membuat Kim percaya bahwa mereka mungkin memilih pendekatan “hidung berdarah” sekaligus meyakinkan orang-orang Amerika dan negara-negara sekutu, khususnya Korea Selatan, bahwa strategi ini tidak akan menimbulkan Armageddon.

Satu-satunya cara untuk meniti tali yang halus ini adalah dengan kampanye perpesanan secara longgar berdasarkan teknik polisi baik, polisi jahat. Pejabat pemerintahan seperti Menteri Luar Negeri Rex Tillerson dan Menteri Pertahanan James Mattis adalah polisi yang baik, menekankan perlunya menghindari konflik bersenjata dan menemukan solusi diplomatik, sementara McMaster adalah polisi yang jahat, yang menabuh genderang perang. Untuk membuat rencana ini berhasil, presiden harus nampak ragu-ragu untuk memilih antara diplomasi dan penggunaan kekuatan. Ini mengatakan kepada Kim bahwa nasibnya tergantung pada keseimbangan dan tindakannya sendiri, yang akan menentukan pilihan mana yang dibutuhkan AS.

Jika strategi itu tidak cukup rumit, China juga merupakan salah satu faktor. Sementara Beijing bukan penggemar Kim, negara itu tidak ingin melihat rezimnya runtuh, karena hal itu dapat menyebabkan arus pengungsi berskala besar ke China, dan mungkin penyatuan kembali Semenanjung Korea di bawah naungan Seoul. Jadi, selain menghalangi Kim secara langsung, strategi “hidung berdarah” Trump dimaksudkan untuk mendorong China meningkatkan tekanan pada Kim agar tidak menggunakan rudal balistik berhulu nuklir.

Apakah pemerintahan Trump bisa melakukan manuver rumit ini tanpa harus menggunakan kekuatan, hasilnya tetap harus dinantikan. Dan bahkan jika memang demikian, masalah Amerika dengan Korea Utara tidak akan berakhir.

Dalam sebuah studi Perang Dingin yang penting tentang pencegahan, ilmuwan politik Alexander George dan Richard Smoke berpendapat bahwa ini hanya memberi lebih banyak waktu untuk menyelesaikan konflik yang mendasarinya, namun sebenarnya tidak menyelesaikannya. Ini berarti bahwa meskipun mengancam untuk mempermalukan rezim Kim dapat membuka jendela kesempatan untuk menangani isu-isu Amerika yang lebih luas dengan Korea Utara, tidak ada jaminan bahwa Trump akan memanfaatkannya.

Serangan “hidung berdarah” sangat berisiko, tapi tidak gila untuk satu alasan sederhana: Semakin Kim yakin Amerika Serikat akan menggunakan kekuatan, semakin kecil kemungkinannya.

Steven Metz adalah penulis “Iraq and the Evolution of American Strategy.” Kolom WPR mingguannya, Strategic Horizons, terbit setiap hari Jumat. Anda bisa mengikutinya di Twitter @steven_metz.

Pandangan yang diungkapkan dalam artikel ini adalah milik penulis sendiri dan tidak mencerminkan kebijakan editorial Mata Mata Politik.


Sumber : Strategi ‘Hidung Berdarah’ Amerika untuk Korea Utara Tak Sepenuhnya Gila


All times are GMT +7. The time now is 12:25 AM.

Powered by vBulletin® Version 3.8.7
Copyright ©2000 - 2024, vBulletin Solutions, Inc.
Search Engine Optimisation provided by DragonByte SEO v2.0.37 (Lite) - vBulletin Mods & Addons Copyright © 2024 DragonByte Technologies Ltd.